SALAM RAPI 51 - 55 == AKRAB DI UDARA, RUKUN DI DARAT, IMAN DI HATI == ANDA INGIN BERGABUNG & MENJADI ANGGOTA RADIO ANTAR PENDUDUK INDONESIA KOTA MALANG,HUBUNGI : YOYOK YONATAN (JZ13PJE) 0813-3650-6073; FREQ : 143.520 Mhz = Katakan TIDAK pada NARKOBA

Friday 12 February 2010

SERTIFIKASI PERALATAN

Siaran Pers No. 6/PIH/KOMINFO/1/2010 tentang Sertifikasi Peralatan Telekomunikasi Diberikan Untuk Peralatan Telekomunikasi Dari Berbagai Negara Sejauh Tidak Bertentangan Dengan Peraturan Departemen Kominfo dan Kebijakan Nasional (Jakarta, 15 Januari 2010). UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya Pasal 32 ayat (1) menyebutkan, bahwa perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, di masukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut Pasal 32 ayat (2) menyebutkan, bahwa ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam penjelasan yang juga tertera di dalam UU tersebut disebutkan, bahwa persyaratan teknis alat / perangkat telekomunikasi merupakan syarat yang diwajibkan terhadap alat / perangkat telekomunikasi agar pada waktu dioperasikan tidak saling mengganggu alat / perangkat telekomunikasi lain dan atau jaringan telekomunikasi atau alat/perangkat sewn perangkat telekomunikasi. Persyaratan teknis dimaksud lebih ditujukan terhadap fungsi alat / perangkat telekomunikasi yang berupa parameter elektris elektronis serta dengan memperhatikan pula aspek di luar parameter elektris/elektronis sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan aspek lainnya, misalnya lingkungan, keselamatan, dan kesehatan. Untuk menjamin pemenuhan persyaratan teknis alat/perangkat telekomunikasi, setiap alat atau perangkat telekomunikasi dimaksud harus diuji oleh balai uji yang diakui oleh pemerintah atau institusi yang berwenang .Ketentuan persyaratan teknis memperhatikan standar teknis yang berlaku secara internasional, mempertimbangkan kepentingan masyarakat, dan harus berdasarkan pada teknologi yang terbuka Sebagai tindak lanjut dari amanat Pasal 32 ayat (2) dari UU Telekomunikasi tersebut di atas, maka PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khususnya Pasal 71 menyebutkan: (1) Setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan, untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi persyaratan teknis; (2) Persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Selanjutnya Pasal 72 dari PP tersebut menyebutkan, bahwa persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dimaksudkan dalam rangka: a. menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi; b. mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat telekomunikasi; c. melindungi masyarakat dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi; dan d. mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional. Dan berikutnya pada Pasal 73 ayat (1) menyebutkan, bahwa Menteri menetapkan persyaratan teknis untuk alat dan perangkat telekomunikasi yang belum memiliki standar nasional Indonesia setelah memperhatikan pertimbangan pihak dan instansi terkait. Khusus dalam regulasi tataran Menteri, maka Menteri Kominfo pada tanggal 9 September 2008 telah menetapkan Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, sebagai pengganti Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 10 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telerkomunikasi. Sejauh ini proses sertifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kominfo, khususnya Ditjen Postel, telah berjalan dengan baik, terbuka dan obyektif. Masyarakat umum dapat dengan mudah mengakses informasi tentang sertifikasi di website www.postel.go.id Data berikut ini merupakan sample data dari 20 sertifikat terakhir yang diterbitkan oleh Ditjen Postel terhitung hingga tanggal 13 Januari 2010. Dari data tersebut di atas tampak jelas, bahwa nampaknya cukup banyak peralatan telekomunikasi yang berasal dari RRC. Hal ini tudak ada hubungannya dengan pemberlakuan China – ASEAN Free Trade Agreement, karena sudah cukup banyak mengalir ke Indonesia sebelum pemberlakuan CAFTA tersebut. Bagi Departemen Kominfo, sejauh pemohon dapat memenuhi persyaratan yang diatur di dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan khususnya Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, maka Ditjen Postel tetap memproses secara profesional. Namun demikian di luar produk dari RRC dan Thailand seperti tersebut di atas, data sertifikasi Ditjen Postel menunjukkan, bahwa terdapat pula peralatan telekomunikasi yang telah disertifikasi dari sejumlah negara lainnya antara lain dari Jepang, AS, Republik Czech, Mexico, Taiwan, Swedia. India, Spanyol, Malaysia, Italia, Brazilia, Filipina, Jerman, Finlandia, Hungaria, Kanada dan sejumlah negara lainnya serta sudah barang tentu juga dari Indonesia. Hanya saja, jika pada perkembangannya ada masalah yang dilanggar terhadap ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008, maka Departemen Kominfo (bersama BRTI) tidak ragu-ragu untuk melakukan tindakan sangat tegas, seperti terakhir yang dilakukan terhadap RIM (Research In Motion) dari Kanada dalam masalah perangkat BlackBerry, meski kemudian dapat diselesaikan di akhir bulan Agustus 2009. Akan halnya negara asal peralatan telekomunikasi tersebut berasal, baik UU No. 36 Tahun 1999, PP No. 52 Tahun 2000 maupun Peraturan Menteri Kominfo No. 29/PER/M.KOMINFO/9/2008, tidak menyebutkan secara spesifik tentang larangan yang diberlakukan. Sebagai contoh, meskipun Indonesia dengan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik, namun Pemerintah Indonesia (khususnya Departemen Kominfo) tetap memproses permohonan sertifikasinya sejauh tidak bertentangan yang berlaku dan terbukti cukup banyak peralatan telekomunikasi dari Taiwan yang beredar secara legal di Indonesia. Hanya saja, Pasal 21 UU No. 36 Tahun 1999 menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan atau ketertiban umum. Ini berarti, bahwa penyelenggara telekomunikasi (sebagai pengguna perangkat telekomunikasi) harus menyadari tentang ketentuan tersebut, yang di antaranya kewajibannya untuk memiliki sense of crises agar peralatan telekomunikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak bertentangan dengan beberapa hal tersebut di atas. Dalam konteks ini, Departemen Kominfo dapat mengambil kebijakan secara komprehensif dalam rangka implementasi sense of crises tersebut sebagai bagian dari kebijakan nasional.

No comments:

Post a Comment

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP