SALAM RAPI 51 - 55 == AKRAB DI UDARA, RUKUN DI DARAT, IMAN DI HATI == ANDA INGIN BERGABUNG & MENJADI ANGGOTA RADIO ANTAR PENDUDUK INDONESIA KOTA MALANG,HUBUNGI : YOYOK YONATAN (JZ13PJE) 0813-3650-6073; FREQ : 143.520 Mhz = Katakan TIDAK pada NARKOBA

Tuesday, 21 December 2010

Kemkominfo Ucapkan Terima Kasih Pada RAPI

Kementerian Kominfo menyampaikan ucapan terima kasih kepada RAPI yang telah secara rutin, intensif dan dengan segala fasilitas yang ada dapat membantu kelancaran komunikasi bagi penanganan bencana alam akibat letusan dan luncuran awan panas dari Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010.

Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, berdasarkan peninjauan langsung tim dari Kementerian Kominfo pada tanggal 28 Oktober 2010 sore jam 17.00 WIB di stasion RAPI yang berlokasi di desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten yang sesungguhnya termasuk daerah sangat berbahaya, RAPI memberikan kontribusinya dalam memperlancar komunikasi antar penduduk dan memantau aktivitas Gunung Merapi.

“Para petugas RAPI tersebut telah cukup banyak memberikan kontribusinya dalam memperlancar komunikasi antar penduduk dan memantau dinamika aktivitas vulkanik Gunung Merapi,” katanya, Senin(1/11) di Jakarta.

Menurut Gatot, Tim Kementerian Kominfo merasa perlu untuk mengecek langsung sistem komunikasi yang ada di lokasi yang paling terisolir, karena praktis kehidupan di Balerante sangat sunyi mengingat sebagian besar penduduk telah mengosongkan rumahnya dan udara sudah cukup berkabut.

“Apakah berfungi normal atau kurang dan demikian pula dengan layanan seluler yang tersedia. Bahkan secara langsung Tim Kominfo sempat berdialog dan menerima telefon langsung dari seorang wartawati Koran Tempo di Jakarta ketika Tim Kominfo tepat berada di dekat makam Mbah Marijan sekitar 7 km dari puncak Gunung Merapi di Dusun Srunen, Desa Glagahharjo, Cangkringan, Sleman. Tidak jauh dari desa Kinarejo tempat tinggal Mbah Marijan sekitar 4 km daripuncak Gunung Merapi) dengan kondisi kualitas suara yang sangat jelas dan tidak terjadi dropped cal,” ujarnya.

Lebih lanjutnya dikatakan, pengecekan ke lapangan langsung tersebut merupakan kelanjutan rangkaian dari kegiatan evaluasi terhadap kualitas layanan telekomunikasi yang dilakukan Kementerian Kominfo seusai mengadakan rapat pada tanggal 28 Oktober 2010 siang dimana hampir seluruh penyelenggra telekomunikasi (PT Telkom, PT Telkomsel, PT Indosat, PT Indosat Multi Media, PT XL Axiata, PT Bakrie Telecom, PT Mobile-8 Telecom dan PT Smart Telecom) serta RAPI telah hadir di Kantor STO PT Telkom di Pakem, Sleman Yogyakarta.

Menurutnya, rapat tersebut bertujuan untuk mengetahui kontinuitas kepedulian para penyelenggara dan komunitas telekomunikasi dalam membantu penanganan komunikasi akibat bencana meletusnya Gunung Merapi. Sebagaimana diketahui, sehari sebelum meletusnya Gunung Merapi (26 Oktober 2010) sudah ada penyelenggara telekomunikasi yang mendirikan posko fasilitas telekomunikasinya di Sleman dan Magelang, yaitu PT XL Axiata, PT Telkom, PT Indosat dan PT Telkomsel. Dan setelah itu langsung begabung pula beberapa penyelenggara lainnya. (YR)
READ MORE - Kemkominfo Ucapkan Terima Kasih Pada RAPI
READ MORE - Kemkominfo Ucapkan Terima Kasih Pada RAPI

Friday, 8 October 2010

Prasasti Dinoyo 2/Prasasti Dang Hwan Hiwil


-->
BAHAN : BATU ANDESIT
HURUF & BAHASA : KAWI / JAWA KUNA
THN TEMUAN : 1984
LOKASI TEMUAN : JL. MT. HARYONO LOWOKWARU KOTA MALANG
Pada jaman penjajahan Belanda di Kelurahan Dinoyo pernah ditemukan sebuah prasasti tentang Kerajaan Kanjuruhan bertarikh 760 Masehi yang berisi tentang kejayaan Kerajaan Kanjuruhan saat dipimpin oleh rajanya Prabu Liswa yang bergelar GAJAYANA dan cerita tentang penggantian patung / arca agistya yang sebelumnya dibuat oleh nenek moyangnya dari kayu dengan batu. Prasasti ini sangat tua karena menurut para ahli sejarah prasasti ini merupakan prasasti dari kerajaan tertua yang ditemukan di Jawa Timur jauh sebelum Singosari dan Majapahit.
Prasasti ini juga sangat unik, karena penggunaan bahasa dan huruf dalam prasasti, yaitu bahasa dan huruf Kawi atau Jawa Kuna bukan huruf dan bahasa Sansekerta yang biasa ditemukan pada sebagian besar prasasti yang ditemukan.
Karena ditemukan di daerah Kelurahan Dinoyo maka disebut dengan Prasasti Dinoyo, saat ini Prasasti Dinoyo disimpan di Museum Nasional di Jakarta.
Prasasti yang juga ditemukan di Kelurahan Dinoyo Kota Malang saat ini tersimpan di Museum Mpu Purwo Kota Malang dengan nomor : 117/MLG/2002. Prasasti ini ditemukan dengan tanpa sengaja pada saat penggalian pipa PDAM disekitar Kelurahan Dinoyo Kota Malang tepatnya tidak jauh dari (timur) pertigaan Jl. MT. Haryono – Jl. Gajayana pada tahun 1984 silam.
Oleh karena prasasti ini ditemukan jauh setelah Prasasti Dinoyo, maka prasasti ini juga disebut Prasasti Dinoyo 2 atau ada yang menyebut Prasastu Dang Hwan Hiwil.
Saat ditemukan, prasasti ini hampir hancur total (lihat gambar diatas), prasasti ini dianggap batu besar yang mengganggu saat penggalian tanah guna proyek pipanisasi PDAM tahun 1984, karena dianggap mengganggu maka batu besar tersebut dicongkel menggunakan linggis dan kemungkinan di pukul dengan palu besat, saat di hancurkan terlihat adanya tulisan pada batu tersebut, maka penggalian dihentikan dan dilaporkan kepada dinas purbakala saat itu.
Prasasti Dinoyo 2 juga berbahasa dan berhuruf Kawi atau Jawa Kuna. Adapun prasasti ini berisi tentang :
“Tahun 773 Caka bulan Magha hari Kamis Legi, Was, tanggal 8 Paro Terang (tanggal 15 Januari 851Masehi) Dang Hwan Sang Hiwil di Hujung membebaskan dan menetapkan sebidang sawah untuk diwariskan / dihbahkan kepada Dang Hyang Guru Candik guna kelangsungan pertapaannya. Namun kemudian hari sawah itu oleh kepala desa dijual kepada kepala desa Kandal (sekarang Kendalsari). Tahun 820 Caka, bulan Crawana hari Minggu Legi, Mawulu, tanggal 8 Paro Gelap (tanggal 2 Juli 898 Masehi) Dang Hwan A… (tidak terbaca/hilang) di Hujung menetapkan kembali Sima sawah tersebut dan memberikan untuk dipakai lagi bagi kelangsungan pertapaan.”
Dengan demikian beberapa puluh tahun kemudian Dang Hwan A…. dari Hujung (sudah orang lain dari Dang Hwan Hiwil) telah membeli kembali dari kepala desa Kandal dan menetapkan kembali status sawah tersebut sebagai sawah perdikan untuk dipergunakan sebagai pertapaan.
Demikian kurang lebihya isi dari Prasasti Dinoyo 2, karena nama sawah dan lokasi tidak disebutkan maka prasasti ini juga disebut “Prasasti Dang Hwan Hiwil”. Siapa Dang Hwan Hiwil, ini juga belum terang siapa beliau dan berperan sebagai apa, yang disebutkan hanya dari Hujung, dimana Hujung kita sama – sama belum mengetahuinya karena tidak adanya referensi maupun fakta sejarah yang disebutkan nama – nama orang dan tempat didalam prasasti tersebut.
Dilihat dari tahun pembuatannya, diperkirakan tahun 898 Masehi, berarti pembuatan prasasti tersebut setelah lebih dari 100 tahun dari Prasasti Dinoyo (760 Masehi) dibuat, saat kekuasaan Kerajaan apa dan siapa rajanya sayangnya tidak disebutkan dalam Prasasti Dinoyo 2 tersebut.
Dapat disimpulkan dalam prasasti ini bahwa kejahatan sudah ada sejak jaman dahulu, buktinya pada abad ke 8 dan 9 Masehi kejahatan sudah ada dan pernah dilakukan, celakanya yang berbuat kejahatan adalah aparat negara atau paling tidak adalah orang yang terpandang masa itu (Kepala desa). Kejahatannya pun kalau kita lihat dengan kacamata hukum saat ini, bahwa Kepala Desa tersebut melanggar pasal 372 KUHP tentang penggelapan yang mana ancaman hukumannya adalah 4 tahun. Tidak disebutkan dalam prasasti tersebut tindakan hukum bagi si Kepala Desa. Beruntungnya lagi Kepala Desa tersebut tidak hidup dalam masa KUHP dibuat.
Didaerah Kota Malang khususnya Kelurahan Dinoyo, Kelurahan Merjosari, Kelurahan Tlogomas dan sekitarnya masih banyak peninggalan – peninggalan sejarah yang masih belum ditemukan dan masih berserakan di daerah tersebut, adanya benda – benda sejarah yang sudah ditemukan dan banyak yang tergeletak begitu saja di beberapa tempat, contohnya di Kampus universitas Gajayana Malang terdapat batu besar bersejarah peninggalan Kerajaan Kanjuruhan hanya teronggok begitu saja dan celakanya lagi digunakan para mahasiswa untuk nongkrong bahkan untuk meja makan, maklum para mahasiswa tersebut tidak mengetahui bahwa batu tersebut adalah batu bersejarah karena tidak ada tanda atau tulisan yang menyatakan bahwa batu tersebut adalah batu bersejarah.
Dimana tepatnya lokasi, menghadap kemana, seberapa besar istana dari Kerajaan Kanjuruhan juga belum ada referensi atau para ahli sejarah yang merekontruksi adanya kerajaan tersebut. Atau sudah ada para ahli sejarah yang meneliti tentang Kerajaan Kanjuruhan tetapi tidak ada kesempatan yang diberikan serta kepedulian dari instansi terkait untuk merespon penelitian tersebut dengan alasan klasik karena keterbatasan anggaran.
Bapak Suwardono salah satu ahli sejarah dari Kota Malang dan para ahli sejarah lainnya patut kita acungi jempol karena beliau – beliau masih peduli pada sejarah Kota Malang dan dari beliau inilah Prasasti Dinoyo 2 tersebut di terjemahkan dan juga beberapa prasasti lainnya seperti Prasasti Bunul dan sebagainya.
Semoga akan lebih banyak orang yang peduli dengan sejarah. Karena kita tidak mungkin melupakan sejarah.
READ MORE - Prasasti Dinoyo 2/Prasasti Dang Hwan Hiwil
READ MORE - Prasasti Dinoyo 2/Prasasti Dang Hwan Hiwil

Tuesday, 28 September 2010

Puluhan Alat Telekomunikasi Ilegal Dimusnahkan Balmon Surabaya


Sebanyak 30 unit alat dan perangkat telekomunikasi ilegal hasil penertiban frekwensi radio oleh Balai Monitoring Spektrum Frekwensi Radio dan Orbit Satelit Kelas II Surabaya dimusnahkan, Senin (27/09). Bersamaan dengan pemusnahan tersebut, ditunjukkan juga 35 unit alat dan perangkat telekomunikasi untuk dijadikan display edukasi hasil penegakan hukum tindak pidana telekomunikasi.

Adapun alat dan perangkat yang dimusnahkan dengan dipalu antara lain : 10 unit alat komunikasi perorangan, 2 unit perangkat radio broadcast AM rakitan sendiri, 18 unit perangkat radio broadcast FM rakitan sendiri. Sedangkan alat dan perangkat telekomunikasi yang dirampas karena melanggar UU Telekomunikasi, yaitu 9 unit alat konsesi radio, 16 unit komunikasi perorangan, 1 unit radio broadcast AM rakitan sendiri, 3 unit radio broadcast FM buatan sendiri, dan 6 unit wireless telepon.

Menurut IWAN PURNAMA Kasie Pemtib Balmon Surabaya, penindakan ini dimaksud sebagai edukasi dan efek jera bagi pengguna alat dan perangkat telekomunikasi yang melanggar UU RI no 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Mereka yang terjaring adalah yang tidak memiliki Ijin Stasiun Radio (ISR) dan mereka yang sudah diberi kesempatan melengkapi ijin resmi dalam batas waktu tertentu namun tidak segera mengurusnya.

Penertiban ini, jelas IWAN, mengacu pada pasal 45 ayat 1 UU RI no 36 tahun 1999, dimana penyitaan dan atau pemusnahan barang bukti penertiban bisa dilakukan sebagai edukasi sekaligus juga mencegah kemungkinan bahaya yang timbul, seperti gangguan frekwensi dan radiasi.

Adapun alat dan perangkat yang dirampas menurut UU adalah buatan pabrikan, sedangkan yang dimusnahkan adalah alat dan perangkat rakitan sendiri.(edy)

Teks Foto :
- FAJAR ARIYANTO Ketua Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Jatim dan IWAN PURNAMA Kasie Pemtib Balmon Surabaya menunjukkan barang bukti alat dan perangkat telekomunikasi yang disita dan akan dimusnahkan.
READ MORE - Puluhan Alat Telekomunikasi Ilegal Dimusnahkan Balmon Surabaya
READ MORE - Puluhan Alat Telekomunikasi Ilegal Dimusnahkan Balmon Surabaya

Setahun Terakhir, Balmon Surabaya Mejahijaukan 4 Stasiun Radio


Surabaya - Selain menyita dan memusnahakan barang bukti alat dan perangkat telekomunikasi, Balai Monitoring (Balmon) Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Kelas II Surabaya, dalam setahun terakhir sudah memejahijaukan 4 stasiun radio ilegal. Bahkan, 1 diantaranya sudah dijatuhi vonis.

"Dalam satu tahun terakhir ada 4 yang ke pengadilan dan 1 sudah divonis 4 bulan," kata Kepala Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Kelas II Surabaya, Purwoko, kepada wartawan, Senin (27/9/2010).

Purwoko berharap, apa yang dilakukan pihaknya merupakan sebuah warning bagi
semua pihak penyelenggara agar mengurus izin sesuai dengan kebutuhannya.

"Kita selama ini terus melakukan edukasi dan memberikan kesempatan untuk mengurus izin, karena spektur frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas yang bertujuan agar tidak saling mengganggu," jelasnya.

Purwoko juga mengungkapkan jika di daerah yang sering terjadi pelanggaran yang dapat mengganggu dunia penerbangan.

"Di daerah yang paling banyak pelanggaran, seperti di pondok pesantren tujuannya mereka hanya untuk komunitas tapi mereka menggunakan tower tinggi sehingga jangkauannya luas sehingga mengganggu komunikasi pilot dengan ATC bandara," pungkasnya.



READ MORE - Setahun Terakhir, Balmon Surabaya Mejahijaukan 4 Stasiun Radio
READ MORE - Setahun Terakhir, Balmon Surabaya Mejahijaukan 4 Stasiun Radio

Interferensi frekwensi Surabaya Dengan Madiun dan Kediri Paling Rentan

Tabrakan (intereferensi) antar frekwensi radio di Jawa Timur paling rentan terjadi pada kanal televisi di Surabaya dengan Madiun dan Kediri. Interferensi ini rentan terjadi karena secara topografis ada celah yang membuat pancaran spektrum frekwensi bisa saling bersinggungan di 3 daerah itu.

PURWOKO Kepala Balai Monitoring Spektrum Frekwensi Radio dan Orbit Satelit (Balmon) Kelas II Surabaya pada suarasurabaya.net mengatakan interferensi itu secara umum pembagian 7 wilayah spektrum frekwensi televisi tidak terpantau adanya interferensi yang signifikan kecuali disebabkan masalah alam itu.

Sedangkan interferensi frekwensi kanal radio di Jawa Timur, dikatakan PURWOKO relatif tidak terlalu signifikan karena pengaturannya berbasis kabupaten/kota. ”Pengaturan untuk frekwensi kanal radio lebih mudah, karena juga melibatkan asosiasi seperti Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI),” kata dia.

Balmon, ujar PURWOKO, selama ini mengutamakan penindakan terhadap lembaga penyiaran ilegal yang terbukti mengganggu pemilik Ijin Siaran Radio (ISR). Sejumlah kasus pelanggaran sudah diproses secara hukum dan diantaranya sudah ada pemilik lembaga penyiaran yang divonis 4 bulan penjara.

”Saat ini ada lebih dari 10 kasus yang diproses. Empat kasus sedang menunggu status sempurna (P-21) di Kejaksaan Tinggi Jatim, masing-masing 1 dari Surabaya dan Mojokerto, serta 2 dari Sidoarjo,” paparnya.

Untuk terus menekan tingkat interferensi frekwensi, Balmon, kata PURWOKO, akan terus melakukan edukasi, sosialisasi, dan penindakan. Penyitaan alat dan perangkat telekomunikasi serta proses hukum jadi cara terakhir untuk menegakkan UU RI nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
READ MORE - Interferensi frekwensi Surabaya Dengan Madiun dan Kediri Paling Rentan
READ MORE - Interferensi frekwensi Surabaya Dengan Madiun dan Kediri Paling Rentan

Saturday, 24 July 2010

MUSLOK II LOKAL SUKUN

Radio Antar Penduduk Indonesia Wilayah 31 Kota Malang Lokal 03 Sukun telah mengadakan Musyawarah Lokal II yang dilaksanakan hari Minggu tanggal 18 Juli 2010 bertempat di Jl. Kemantren III Kota Malang.
Hadir dalam Muslok tersebut Pengurus Wilayah 31 Kota Malang yaitu :Wakil Ketua I (JZ13HHR), Wakil Ketua II (JZ13KLJ), Sekretaris I (JZ13LXH) dan Humas (JZ13MMQ) serta pengurus dan anggota RAPI Lokal Sukun Kota Malang.
Dalam Musok tersebut terpilih Ketua Lokal yang Baru yaitu Bpk ENDRO (JZ13MWU) dan pada saat itu juga dikukuhkan oleh Wakil Ketua I (JZ13HHR) dikarenakan Ketua Wilayah 31 Kota Malang berhalangan hadir.
Dalam Muslok tersebut juga telah terpilih juga pengurus RAPI Lokal 03 SUKUN yang baru (daftar pengurus menyusul)
Sukses selalu RAPI Lokal 03 SUKUN dan semoga membawa perubahan yang baik.
READ MORE - MUSLOK II LOKAL SUKUN
READ MORE - MUSLOK II LOKAL SUKUN

SIAPA YANG JADI KETUA UMUM RAPI?

pada munas VI Radio Antar Penduduk Indonesia yang diadakan di Kalimantan Timur kali ini akan dipilih Ketua Umum dan membicarakan segala sesuatu untuk kemajuan organisasi yang kita cintai.
semoga dalam munas kali ini akan dipilih ketua umum dan pengurusnya yang akan mebawa RAPI kita menjadi lebih baik dari yang sudah baik saat ini.
READ MORE - SIAPA YANG JADI KETUA UMUM RAPI?
READ MORE - SIAPA YANG JADI KETUA UMUM RAPI?

MUNAS VI

Salam RAPI 51 55
Sesuai ketentuan konstitusi RAPI, musyawarah nasional diselenggarakan dengan jadwal lima tahun sekali, dan Munas yang ke-6 ini akan dilaksanakan pada tanggal 23-25 juli 2010, yang bertempat di kalimantan timur. Surat pemberitahuan awal (surat nomor 40.01.00.0410) telah disebarkan, semoga telah diterima oleh setiap pengurus daerah rapi di seluruh Indonesia.
Berdasarkan SK no. 45.09.00.0510, susunan panitia utama munas ke-6 adalah sebagai berikut :
  • · JZ09JOS, Ir. J.R. Soelasto, dipercaya sebagai kordinator nasional,
  • · JZ09ECI, Ir.H.Kemas Benyamin Agoes. MT, selaku ketua panitia pengarah,
  • · JZ18AJ, H.Andi Jamil Mude, selaku ketua panitia daerah.
acara munas tersebut di buka oleh Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring
READ MORE - MUNAS VI
READ MORE - MUNAS VI

Tuesday, 18 May 2010

PENGURUSAN 10.28 (CALLSIGN)

BIAYA PENGURUSAN CALLSIGN (10.28)
RAPI WILAYAH 31 KOTA MALANG


BARU PERPANJANGAN PERBBARUAN

1. BHP IKRAP Rp. 137.500,- Rp. 137.500,- Rp. 137.500,-
2. RAPI Pusat Rp. 37.500,- Rp. 36.000,- Rp. 26.000,-
3. RAPI Daerah Rp. 60.000,- Rp. 60.000,- Rp. 60.000,-
4. RAPI Wilayah Rp. 50.000,- Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
5. RAPI Lokal - -
6. Map/Jasa POS Rp. 10.000,- Rp. 10.000,- Rp. 10.000,-
7. Papan Nama Rp. 35.000,-
8. Kalibrasi Rp. 15.000,- Rp. 15.000,- Rp. 15.000,-
9. Atribut/Topi Rp. 37.500,-

TOTAL Rp. 382.500,- Rp. 308.500,- Rp. 298.500,-

PERSYARATAN :
1. Mengisi formulir
2. SKCK (Foto copy Karpeg dan keterangan atasan bagi PNS) untuk pengurusan IKRAP
3. Fotocopy IKRAP, IPPKRAP dan KTA bagi anggota lama
4. Surat pengantar dari RAPI Lokal
5. Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 8 lembar
6. Materai Rp. 6.000,- sebanyak 2 lembar
7. Semua berkas dibuat rangkap empat (4)
READ MORE - PENGURUSAN 10.28 (CALLSIGN)
READ MORE - PENGURUSAN 10.28 (CALLSIGN)

Friday, 12 February 2010

COR SYSTEM

READ MORE - COR SYSTEM
READ MORE - COR SYSTEM

Contact

HUBUNGI KAMI

1. Email  : rapikotamalang@yahoo.com

2. Website : rapimakota.org

3. Frekwensi : 143.520 Mhz

4. YONATAN - (JZ13PJE) NO HP. 0813-3650-6073
READ MORE - Contact
READ MORE - Contact

PO

Peraturan Organisasi
READ MORE - PO
READ MORE - PO

Peraturan Pemerintah

READ MORE - Peraturan Pemerintah

Keputusan Menteri

READ MORE - Keputusan Menteri
READ MORE - Keputusan Menteri

Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  36  TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI
 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang:
  1. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
  2. bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa;
  3. bahwa pengaruh globalisasi, dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi;
  4. bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali mengenai penyelenggaraan telekomunikasi nasional;
  5. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-Undang No. 3 tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu diganti;
 Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
 Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  4. Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
  5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
  6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi ;
  8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
  9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
  10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
  11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
  12. Penyelenggara telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  13. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  14. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  15. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
  16. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
  17. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas tanggungjawabnya di bidang telekomunikasi.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

BAB III
PEMBINAAN

Pasal 4
  1. Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
  2. Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian.
  3. Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
Pasal 5
  1. Dalam rangka pelaksanaan pembinaan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat.
  2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi.
  3. Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.
  4. Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi, serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.
  5. Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia.

BAB IV
PENYELENGGARAAN

Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
  1. Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraaan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi;
(2) Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah ;
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi;
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
(3) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk :
a. keperluan sendiri;
b. keperluan pertahanan keamanan negara;
c. keperluan penyiaran.
(4) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri dari penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. dinas khusus;
d. badan hukum.
(5) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Larangan Praktek Monopoli
Pasal 10
(1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
(2)Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Perizinan
Pasal 11
(1)Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.
(2)     Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan :
a.        tata cara yang sederhana;
b.       proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta
c.        penyelesaian dalam waktu singkat.
(3)     Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12
(1)    Dalam rangka pembangunan, pengoperasian, dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
(2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
(3)Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak.
Pasal 14
Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomuniksi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
(2)Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.
(3)Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1)   Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
(2) Kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimakasud pada ayat (1) berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
(3) Ketentuan kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip :
a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;
b. peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
c. pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana.
Pasal 18
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan catatan pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
(3) Ketentuan mengenai pencatatan pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting menyangkut :
a. keamanan negara;
b. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
c. bencana alam;
d. marabahaya; dan atau
e. wabah penyakit.
Pasal 21
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikai yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, kemanan dan ketertiban umum.
 Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi :
a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
Bagian Keenam
Penomoran
Pasal 23
(1) Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran.
(2) Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
 Pasal 24
Permintaan penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasar sistem penomoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Bagian Ketujuh
Interkoneksi dan Biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
(1)     Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
(2)     Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
(3)    Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan prinsip :
a.     pemanfaatan sumber daya secara efisien;
b. keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
c. peningkatan mutu pelayanan; dan
d. persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
(4) Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi, hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Pasal 26
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang diambil dari prosentase pendapatan.
(2) Ketentuan mengenai biaya penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Tarif
Pasal 27
Susunan tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggara jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi  ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Telekomunikasi Khusus
Pasal 29
(1)     Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan  ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(2)     Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c, dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran

Pasal 30

(1)     Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah mendapat izin Menteri.
(2)     Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
(3)     Syarat-syarat untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1)     Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(2)     Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Perangkat Telekomunikasi,
Spektrum Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32
(1)     Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1)     Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah.
 (2)     Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
(3)     Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
(4)  Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
(2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
(3) Ketentuan mengenai biaya sebagaiama dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia, tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
 (2)     Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah perairan Indonesia diluar peruntukannya, kecuali ;
a.        untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi dan keamanan lalu lintas pelayaran; atau
b.       disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
c.        merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
(3)     Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1)     Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
(2)     Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah Indonesia diluar peruntukannya,  kecuali ;
a.        untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi dan keselamatan lalu lintas penerbangan ; atau
b.      disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi ; atau
c.        merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
(3)     Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.
Bagian Kesebelas
Pengamanan Telekomunikasi
Pasal 38
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.
Pasal 39
(1) Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.
(2)   Ketentuan pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
(1)     Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
(2)     Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas :
a. permintaan tertulis dari Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
(3)     Ketentuan mengenai tata cara dan permintaan dan pemberian rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Pasal 43
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.
BAB V
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1)     Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana  untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2)     Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.        melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomuniksi.
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f.         menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g.       menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h.       meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
i.         mengadakan penghentian penyidikan.
(3)  Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1)     Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2)     Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)  Brang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2)     Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Penyelenggara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-undang ini.
Pasal 61
(1)Dengan berlakunya Undang-undang ini, hak-hak tertentu yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Penyelenggara untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1989 masih tetap berlaku.
(2)Jangka waktu hak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipersingkat sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Penyelenggara.
 Pasal 62
Pada saat Undang-undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi (lembaran Negara Tahun 1989 No. 11, Tambahan Lembaran Negara No. 3391) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 154.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan I,
Lambock V. Nahattands
READ MORE - Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
READ MORE - Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP